Wakaf Tanah Pembangunan Masjid

Profil Masjid Al Firdaus


Masjid An Nafi’ Al Firdaus atau lebih dikenal dengan Masjid Al Firdaus ini merupakan masjid kaum Muslimin yang terletak di sebelah selatan atau depan Kampus (Universitas Sebelas Maret Surakarta) UNS dan berbatasan dengan pagar UNS Fakultas Teknik. Alamat lengkapnya yaitu Jalan Ir. Sutami Gang Mendung II RT 01 RW 15 No. 33 Kampung Gendingan, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia dengan kode pos 57126.

Masjid Al Firdaus

Alhamdulillah, atas izin Allah, berikut ini adalah beberapa karunia yang Allah berikan kepada Masjid Al Firdaus:
1. Aktif sholat jamaah fardhu 5 waktu
2. Sholat jum’at
3. Taman Pendidikan Al Qur’an
4. Pengajian
5. Penyembelihan hewan kurban saat Idul Adha
6. Posyandu anak dan juga lansia
7. Buka bersama ketika Bulan Ramadhan

Jamaah Masjid Al Firdaus terdiri dari warga Kampung Gendingan maupun para mahasiswa yang belajar di Kampus UNS Solo.

Masjid Al Firdaus ingin mengadakan perluasan tanah masjid seluas + 182 m2 dengan harga Rp 525.000.000,00. Kami mengharapkan bantuan dari Saudara/Saudari kaum Muslimin untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan program tersebut.

Wakaf Tanah Perluasan Masjid Al Firdaus

Bantuan Anda dapat disalurkan secara langsung atau bisa juga melalui:
Bank Jateng (kode bank: 113)
No. Rekening: 3-002-22836-9
An. Panpemb Masjid Al Firdaus

Setelah transfer mohon untuk konfirmasi melalui SMS dengan format:
Wakaf Masjid#Nama#Alamat#Jumlah Transfer#Tanggal Transfer
Kirim ke nomor:
0813-2915-1033 (Bpk. Nur Hadi selaku Ketua Takmir Masjid)
atau
0851-0093-3704 (Bpk. Sutoro selaku Bendahara Masjid)

Bantuan dari Saudara/Saudari akan sangat berguna meskipun hanya sebesar Rp 1.000,00 saja atau bahkan Rp 100,00 saja. Semoga Allah melipatgandakan amal kebaikan Anda dan mendapatkan pahala yang mengalir terus-menerus tiada putusnya. Aamiin.

Jazakumullah khoiran katsiran.

Ketua Takmir Masjid : Bpk. Nur Hadi (HP. 0813-2915-1033)
Bendahara Masjid : Bpk. Sutoro (HP. 0851-0093-3704)

Peta Lokasi Masjid Al Firdaus




Peta dari Google Maps

Untuk peta dari Wikimapia, silakan lihat di sini.

Keutamaan Membangun Masjid Walau Hanya Memberi Satu Bata

Ternyata membangun masjid punya keutamaan yang besar. Bahkan bila kita membangun bagian kecil saja tetap punya keutamaan.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Mafhash qathaah dalam hadits artinya lubang yang dipakai burung menaruh telurnya dan menderum di tempat tesebut. Dan qathah adalah sejenis burung.

Ibnu Hajar dalam Al-Fath (1: 545) menyatakan:

(مَنْ بَنَى مَسْجِدًا) التَّنْكِير فِيهِ لِلشُّيُوعِ فَيَدْخُلُ فِيهِ الْكَبِير وَالصَّغِير ، وَوَقَعَ فِي رِوَايَةِ أَنَس عِنْدَ التِّرْمِذِيِّ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا

“Maksud dari “siapa yang membangun masjid” digunakan isim nakirah yang menunjukkan keumuman, sehingga maksud hadits adalah siapa yang membangun masjid besar maupun kecil. Dalam riwayat Anas yang dikeluarkan oleh Tirmidzi yang mendukung yang menyatakan dengan masjid kecil atau besar.”

Masih melanjutkan penjelasan Ibnu Hajar, yang diterangkan dalam hadits di atas adalah cuma bahasa hiperbolis. Karena tak mungkin tempat burung menaruh telur dan menderum yang seukuran itu dijadikan tempat shalat. Ada riwayat Jabir semakin memperkuat hal ini.

Sebagian ulama lainnya menafsirkan hadits tersebut secara tekstual. Maksudnya, siapa membangun masjid dengan menambah bagian kecil saja yang dibutuhkan, tambahan tersebut seukuran tempat burung bertelur; atau bisa jadi caranya, para jama’ah bekerja sama untuk membangun masjid dan setiap orang punya bagian kecil seukuran tempat burung bertelur; ini semua masuk dalam istilah membangun masjid. Karena bentuk akhirnya adalah suatu masjid dalam benak kita, yaitu tempat untuk kita shalat.

Berarti penjelasan Ibnu Hajar di atas menunjukkan bahwa jika ada yang menyumbang satu sak semen saja atau bahkan menyumbang satu bata saja, sudah mendapatkan pahala untuk membangun masjid … masya Allah.

Yang Penting Ikhlas Ketika Menyumbang
Berapa pun besar sumbangan untuk masjid harus didasari niatan ikhlas karena Allah. Karena yang dimaksud lillah, kata Ibnu Hajar adalah ikhlas (karena Allah). (Fath Al-Bari, 1: 545). Jadi, pahala besar membangun masjid yang disebutkan dalam hadits yang kita kaji bisa diraih ketika kita ikhlas dalam beramal, bukan untuk cari pujian atau balasan dari manusia.

Maksud Dibangunkan Bangunan Semisal di Surga
Hadits tentang keutamaan membangun masjid juga disebutkan dari hadits Utsman bin Affan. Di masa Utsman yaitu tahun 30 Hijriyah hingga khilafah beliau berakhir karena terbunuhnya beliau, dibangunlah masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman katakan pada mereka yang membangun sebagai bentuk pengingkaran bahwa mereka terlalu bermegah-megahan. Lalu Utsman membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari no. 450 dan Muslim no. 533).

Kata Imam Nawawi rahimahullah, maksud akan dibangun baginya semisal itu di surga ada dua tafsiran:
1. Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait (rumah). Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya keutamaan tersendiri. Bangunan di surga tentu tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati akan indahnya.
2. Keutamaan bangunan yang diperoleh di surga dibanding dengan rumah di surga lainnya adalah seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan rumah-rumah di dunia. (Syarh Shahih Muslim, 5: 14)

Masjid Hanya untuk Ajang Pamer dan Saling Bangga
Yang tercela adalah jika masjid cuma untuk bermegah-megahan, bukan untuk tujuan ibadah atau berlomba dalam kebaikan. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ

“Kiamat tidaklah terjadi hingga manusia berbangga-bangga dalam membangun masjid.” (HR. Abu Daud no. 449, Ibnu Majah no. 739, An-Nasa’i no. Ahmad 19: 372. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, perawinya tsiqah. Al-Hafizh Abu Thahir juga menyimpulkan bahwa sanad hadits ini shahih).

Itulah kenyataan yang terjadi saat ini di tengah-tengah kaum muslimin. Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Yang dimaksud hadits adalah saling menyombongkan diri dengan masjidnya masing-masing. Ada yang nanti berujar, wah masjidku yang paling tinggi, masjidku yang paling luas atau masjidku yang paling bagus. Itu semua dilakukan karena riya’ dan sum’ah, yaitu mencari pujian. Itulah kenyataan yang terjadi pada kaum muslimin saat ini.” (Minhah Al-‘Allam, 2: 495). Itulah tanda kiamat semakin dekat.

Semoga bermanfaat. Semoga artikel ini semakin memotivasi kita untuk membangun masjid di dunia, sehingga Allah menjadikan kita rumah yang indah dan penuh kenikmatan di surga. Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber:
http://rumaysho.com/11599-keutamaan-membangun-masjid-walau-hanya-memberi-satu-bata.html

Keutamaan Memakmurkan Masjid


Oleh: Ustadz Arif Syarifudin, Lc

Definisi
Masjid ( مَسْجِد ) –dengan kasroh pada huruf jim- dalam bahasa Arab adalah isim makan (kata keterangan tempat) dari kata ( سَجَدَيَسْجُدُسُجُودًا , artinya bersujud) yang menyelisihi timbangan aslinya yaitu ( مَسْجَد ) –dengan fathah pada huruf jim-. Maka arti kata ( مَسْجِد ) adalah tempat bersujud, dan bentuk jamaknya adalah ( مَسَاجِد ). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“ … dan (seluruh permukaan) bumi ini telah dijadikan untukku sebagai tempat bersujud dan alat bersuci.” (Muttafaq ‘alaihi)

Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat berjama’ah, baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak. Allah berfirman,
” … , (tetapi) janganlah kamu campuri mereka (istri-istri kamu) itu sedang kamu ber-i’tikaf dalam mesjid …” (QS. Al-Baqarah: 187)
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin:18)
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqarah:114)
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah:18)

Adapun kata “memakmurkan” adalah salah satu arti dari sebuah kata dalam bahasa Arab yaitu ( عَمَرَيَعْمُرُ -عِمَارَةً ) yang juga memiliki banyak arti lain di antaranya: menghuni (mendiami), menetapi, menyembah, mengabdi (berbakti), membangun (mendirikan), mengisi, memperbaiki, mencukupi, menghidupkan, menghormati dan memelihara.
Dengan demikian, yang dimaksud “memakmurkan masjid” adalah membangun dan mendirikan masjid, mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran dan sampah serta memberinya wewangian.

Bentuk-bentuk Memakmurkan Masjid dan Keutamaannya
Setiap muslim (khususnya kaum laki-laki) wajib memakmurkan masjid-masjid Allah dengan berbagai ibadah dan ketaatan, karena padanya ada keutamaan. Dan Allah menyifati orang-orang yang memakmurkan masjid-masjidNya sebagai orang-orang mukmin, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah:18)

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kamu melihat orang rajin mendatangi masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang beriman.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya serta yang lainnya. Didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ no. 509). Hadits ini dha’if, tetapi maknanya benar sesuai ayat di atas.

Semua bentuk ketaatan apapun yang dilakukan di dalam masjid atau terkait dengan masjid maka hal itu termasuk bentuk memakmurkannya. Di antaranya adalah:

1. Membangun/mendirikan masjid
Membangun masjid memiliki keutamaan yang besar sebagaimana disabdakan oleh Nabi,
“Barangsiapa membangun masjid –karena mengharap wajah Allah- maka Allah akan membangunkan untuknya yang semisalnya di dalam syurga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal: “rumah di dalam syurga.”

Namun keutamaan tersebut hanya bisa dicapai dengan ikhlas semata-mata karena Allah dan mengharap wajah Allah sebagaimana teks hadits di atas. Meskipun masjid yang dibangun itu berukuran kecil, karena dalam hadits yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa membangun sebuah masjid karena/untuk Allah walau seukuran sarang (kandang) burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di dalam syurga.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 6128).

Adapun bila seseorang membangun masjid dengan tujuan ingin dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan semata maka ia tidak akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela di tengah-tengah manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah kiamat akan tegak sehingga manusia berbangga-banggaan dalam (membangun) masjid-masjid.” (HR. Ahmad, Abu Daud Ibnu Majah dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7421)

2. Membersihkannya dan memberinya wewangian
Hal itu telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di perkampungan-perkampungan, (lalu) dibersihkan dan diberi wewangian.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kehilangan seorang wanita atau pemuda berkulit hitam yang biasa menyapu sampah di masjid, beliau pun bertanya tentangnya, dan dijawab bahwa ia telah meninggal. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidakkah kalian mengabarkan kepadaku?” Dia (Abu Hurairah) berkata, “Seolah-olah mereka meremehkan kedudukan wanita atau pemuda tersebut.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tunjukkan kepadaku kuburannya!” Mereka pun menunjukkannya lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya (yakni shalat atas jenazahnya) dan bersabda,
“Sesungguhnya kuburan ini penuh kegelapan bagi penghuninya, tetapi Allah meneranginya untuk mereka dengan doaku buat mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafal Muslim).

3. Dzikrullah, shalat dan tilawatul Qur’an
Perkara-perkara ini merupakan yang terpokok dari tujuan dibangunnya masjid, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang a’rabi (badui) yang kencing di salah satu sudut masjid, setelah orang tersebut selesai dari kencingnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhya masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi hanyasanya ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Qur’an.”

Oleh karena itu masjid merupakan tempat yang paling dicintai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.” (HR. At-Thabarani dan Al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3271)

Adapun dzikrulllah maka ia merupakan amalan yang agung, dan sebaik-baik tempat dzikrullah adalah masjid. Ketika Allah mencela orang-orang yang menghalang-halangi manusia dari menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidNya, Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang paling aniaya. Allah berfirman,
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqarah:114)

Maknanya bahwa orang-orang yang menghidupkan masjid-masjid dengan dzikrullah dan memerintahkan manusia kepadanya merupakan sebaik-baik amal dan jauh dari perbuatan aniaya.

Sedangkan shalat, khususnya shalat fardhu berjama’ah, di dalam masjid memiliki keutamaan yang besar, diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia shalat bersama manusia –yakni bersama jama’ah di masjid-, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)

Apalagi shalat berjama’ah itu pahalanya berlipat ganda, dua puluh lima atau dua puluh tujuh kali, dibandingkan dengan shalat bersendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Shalat berjama’ah itu lebih baik 27 kali lipat daripada shalat bersendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat Al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri,
” … 25 kali lipat …”

Islam telah memotivasi setiap muslim untuk selalu mendatangi masjid-masjid, dan seseorang yang hatinya telah terikat dengan masjid  ketika dia keluar darinya hingga dia kembali ke masjid (yakni selalu menjaga waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid) termasuk dari tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dan seorang yang pergi ke masjid pagi atau petang akan memperoleh pahala yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa pergi pagi hari ke masjid, atau petang hari, akan Allah sediakan untuknya tempat di syurga setiap kali dia pergi (pagi atau petang hari).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Dalam hadits lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidakkah kamu mau aku tunjukkan apa yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat? Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang berat, memperbanyak langkah ke masjid dan menanti shalat setelah shalat. Itulah penjagaan sesungguhnya, itulah penjagaan sesungguhnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Masih banyak lagi keutamaan yang lain terkait dengan shalat berjama’ah di masjid.
Adapun membaca al-Qur’an dan mempelajarinya bersama-sama di dalam masjid juga telah disebutkan keutamaannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
” … dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), untuk membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat menaungi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya … ” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Dan semua halaqah ilmu yang bermanfaat termasuk dalam keutamaan tersebut. Bahkan orang-orang yang menuntut ilmu di majelis-majelis ilmu di dalam masjid, terutama di Masjid Nabawi, bagaikan mujahid di jalan Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa datang ke masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di jalan Allah, sedangkan yang datang untuk selain itu maka bagaikan orang yang cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykat)

Dan secara umum setiap orang yang menuntut ilmu maka seperti mujahid di jalan Allah. Nabi bersabda,
“Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu maka dia di jalan Allah hingga pulang kembali.” (HR. At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya. Hadits ini hasan li ghairihi sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 88)

Sumber:
http://abumushlih.com/keutamaan-memakmurkan-masjid.html/